Seperti yang kulihat dari jarak jauh. Desa ini unik, rumah dari bangkai pohon dan jamur raksasa. Warganya merupakan ras demi-human.
Setelah aku memasuki desa, tatapan tidak senang ditunjukkan oleh semua warga terhadapku, aku menghiraukannya. Bukan berarti aku tidak terusik soal itu, aku paham bahwa ras manusia dan ras demi-human sering bertolak belakang. Manusia selalu memandang rendah terhadap demi-human dan menjadikan mereka budak. Itu kasus di 90 persen dunia yang sudah kukunjungi.
Tapi aku tidak termasuk dari salah satu jenis manusia seperti itu. Sebenarnya aku bahkan tidak lagi menganggap diriku manusia, sudah jelas karena kekuatan jauh di luar batas manusia. Untuk saat ini yang kuperlukan adalah informasi, maka dari itu aku harus menyamar.
Sialnya penyamaranku terbongkar.
Seorang werewolf berbadan besar berotot dan bertelanjang dada terlihat segar dan aura kekuatan yang besar, dan juga rambutnya yang mulai beruban mulai mendominasi di kepalanya. Yang mengherankan adalah, ia menatapku dengan tatapan yang berbeda dari yang lainnya. Ia mungkin adalah seorang tetua disini atau juga kepala desa disini, itu hanya tebakan.
Tapi ada apa? Dengan tatapannya? Belum lagi keringat yang mulai muncul di wajahnya, seperti seorang yang ketakutan sekaligus terkejut, yang berusaha menyembunyikan wajahnya. Aku ragu ia mungkin mengenalku, karena aku juga merasa tidak asing dengannya, ia cukup familiar. Tapi siapa?
Tap
Lalu tiba-tiba ia jatuh berlutut dihadapanku, membuat kaget semua warga termasuk diriku.
"O-oi... "
Aku mencoba untuk menyapanya. Tapi sekali lagi ia mengejutkanku
"S-selamat datang kembali, master"
~
(Ha? Master?....Hm.. tunggu apa itu dia? Sibocah serigala itu, pantas saja terasa familiar)
Aku ingat dulu, salah satu muridku adalah seorang dari ras werewolf, namanya Zelioth. Nah, sepertinya aku sudah tidak membutuhkan lagi penyamaran.
Borgol di tanganku retak kemudian jatuh ke tanah. Ya, kupikir aku tidak harus menggunakannya lagi. Tak ku pedulikan reaksi pasukan penyergap dan pemimpinnya Gora, yang bertambah terkejut serta marah dengan tindakanku.
"Hoi! Manusia, sialan! Apa yang kau lakukan pada Zelioth-sama! Hah? "
"...."
Apa ia berpikir aku melakukan sesuatu terhadapnya tetuanya, apa ia bodoh? Harusnya ia paham sendiri apa yang terjadi. Sudah jelas, aku bukan musuh disini.
"K-kau telah berbohong! Bre-"[Gora]
"Gora! Hentikan itu! " [Zelioth]
Aku cukup panik, kupikir ia akan menyerangku dan setelah itu aku akan membunuhnya. Untungnya Zelioth langsung menegurnya. Aku berpikir berapa lama waktu yang telah terlewati hingga membuat Zelioth ini menjadi tetua disini. Hm... Mungkin sangat lama.
".... T-tapi tetua, k-kau... ?"[Gora]
"Aku baik-baik saja, diam disana dan jangan mengganggu! " [Zelioth]
"B-baik" [Gora]
Gora diam, dan mengamati. Ia masih bingung dengan perintah tetuanya barusan. Bukan hanya itu, ia juga masih marah denganku, masih berpikir bahwa aku melakukan sesuatu pada tetuanya. Warga lain juga sama.
Sampai akhirnya mereka kaget besar dengan apa, yang diucapkan tetua mereka.
"Mohon maaf atas ketidaksopanan ini, master. Jadi izinkan sekali lagi saya katakan, sebagai muridmu. Selamat datang kembali kedunia ini, masterku, guruku, Armil-sama"
~~
""Ha? ""
"M-master Armil? M-manusia itu? T-tidak mungkin"
"D-dia, Armil-sama? "
"A-armil-sama? "
Dan keributan besar lainnya terjadi tepat setelah Zelioth mengucapkan namaku, nama asliku.
(Oi-oi... ada apa dengan perubahan situasi mendadak ini? Aku jadi canggung)
Kira-kira apa yang telah dilakukan Zelioth semasa aku pergi? Apa ia melakukan sesuatu terhadap namaku? Aku tidak ingin namaku dijadikan aliran kepercayaan baru dan disembah-sembah.
Merasa tidak nyaman dengan suasana seperti itu, aku pun meminta Zelioth untuk membawaku ketempat yang nyaman untuk berbicara dan juga cemilan. Lalu aku mengikutinya.
Aku sampai di Sebuah pohon raksasa yang masih hidup dan Batang besarnya berpadu dengan batu hitam besar, yang berlubang dan berongga di bagian dalamnya sehingga dapat ditinggali. Aku tak habis pikir, bagaimana pohon raksasa itu masih dapat hidup setelah bagian dalam Batangnya yang berlubang besar dan berongga seperti itu, membuat bagian dalamnya lebih seperti kastil.
Mungkin keajaiban alam, dan bedanya akal sehat. Ya aku sudah paham itu seharusnya.
Masih mengikuti Zelioth, akhirnya aku tiba di ruangan santai yang di hadapkan pada jendela Batu langsung melukiskan pemandangan desa dari atas. Cukup menarik.
"Aku tak menyangka kau menjadi tetua di desa ini? " [Armil]
The story has been illicitly taken; should you find it on Amazon, report the infringement.
"Fufu... Telah banyak yang berubah sejak master, meninggalkan dunia ini" [Zelioth]
Ia berdiri dibelakangku, mengamati desa dari jendela.
"Banyak yang berubah? " [Armil]
"Ya... Bahkan kau juga berubah, master... lebih muda dari sebelumnya " [Zelioth]
"Ah, ini hanya efek dari kekalahan... " [Armil]
Merasa bosan di jendela, aku pun duduk di kursi yang telah disediakan, dan menyeruput minuman hangat yang juga telah di sediakan. Aku tak begitu tau apa ini, tapi terasa nikmat.
Zelioth juga ikut duduk di depanku.
"Jadi sudah berapa tahun terlewatkan? "[Armil]
"162 tahun. "
Baah
Tak sengaja aku semburkan minumanku sedikit. Seharusnya aku tak terkejut, tapi tetap saja.... itu bukan jumlah sedikit. Aku sudah melewatkan banyak kejadian.
”... itu lama... " [Armil]
"Aku juga tidak mengira ledakan di hutan kabut adalah ulah master. "
"Yah, sudah 10 tahun aku tak menggunakan kekuatanku, itu membuatku kesulitan untuk mengontrolnya saat teleport ke dunia ini. " [Armil]
"Perbedaan waktu sangatlah kejam. " [Zelioth]
"Ya, yang seperti itu takkan dapat diatasi dengan mudah" [Armil]
Sekarang aku sudah sampai di dunia ini, apa yang akan kulakukan pertama kali? Dan kemana aku harus pergi?. Aku sudah memutuskannya dari awala, bahwa aku akan kesana.
"Aku ingin bertanya, desamu ini di daerah mana? Kalau bisa aku ingin ke tempatnya secepatnya " [Armil]
"Ke tempatnya? " [Zelioth]
Ia menunjukkan wajah bingung. Ayolah... tidak mungkin ia tidak paham maksudku! Apa ia benar-benar muridku?
"Ya, tempatnya! " [Armil]
Zelioth terdiam dan tersenyum sedikit, lalu menjawab.
"... Aku paham, desa ini berada di barat kerajaan Hyugland. Jika master terbang ke langit, maka akan terlihat kota manusia 5 mile dari sini. " katanya sambil tersenyum.
"Kamu tau ukuran mile? " [Armil]
"Bukankah itu ajaranmu master? " [Zelioth]
"... Oh benarkah?... " [Armil]
Aku tidak ingat pernah mengajarkan fisika bumi kepada mereka. Aku memang telah mengajarkan banyak hal sejak pertama kali aku datang ke dunia ini dan bertemu dengan mereka. Aku tidak ingat apa saja yang telah aku ajarkan.
"Ngomong-ngomong, kenapa master baru datang ke dunia ini setelah 10 tahun? Kenapa tidak-" [Zelioth]
"-Aku lupa ingatan! " [Armil]
"Lupa... Ingatan? " [Zelioth ]
Zelioth sedikit memicing matanya. Sepertinya ia sulit untuk mempercayainya, bagi masternya untuk lupa ingatan dan melupakan mereka semua.
“Maafkan aku, tapi setelah kekalahan itu... aku tidak mengingat apa-apa dan berada dalam wujud yang berbeda...”
".. Kalau tidak karena pemanggilan pahlawan, ingatanku takkan kembali dan aku juga takkan pernah kembali kesini, aku harus berterimakasih pada yag melakukannya." [Armil]
“Pemanggilan pahlawan? Jadi kerajaan sudah berhasil melakukan pemanggilan pahlawan, padahal sebelumnya itu hanyalah sesuatu yang mustahil. Mereka telah berkembang.... Tapi sekarang aku harus berterima Kasih kepada mereka karena telah mengembalikan ingatan master." ia menunjukan ekspresi penuh syukur.
"Ya... Aku akan menyampaikan nya kalau sempat. Tapi kerajaan Hyugland bukankah itu hanya kerajaan kecil? Apa mereka yang melakukan pemanggilan pahlawan? Dan apakah telah terjadi peperangan dengan ras Demon?" [Armil]
".....Master telah banyak melewatkan sesutau." [Zelioth]
"... Huh, kau mengucapkan itu lagi. Tapi tidak apa-apa jika kau tidak ingin memberitahuku, aku akan mencari taunya sendiri!" [Armil]
"T-tidak bukan maksudku begitu, master. Aku hanya_ " Zelioth mulai pucat.
"-Sudah, tidak apa-apa, aku juga ingin terkejut" [Armil]
"Ha? " [zelioth]
"Aku juga ingin terkejut, dengan perubahan dunia ini. Tidak adil jika hanya kalian saja yang terkejut dengan kedatanganku. " [Armil]
"... Hoh fufu... Kau memang benar-benar master, kau tidak berubah, sifatmu masih seperti dulu." [Zelioth]
“Aku ini Egois... kau tau?” [Armil]
“Ya... begitulah master kami.” [Zelioth]
Aku kembali berdiri karena minuman yang sudah habis, dan juga ingin melihat pemandangan sekali lagi...
"Kalau begitu aku akan pergi sekarang. " [Armil]
"Hu? Apa tidak terlalu cepat. " [Zelioth]
"Hn? Seperti yang kukatakan barusan, aku juga ingin terkejut, jadi berlama-lama disini hanya akan memperbesar rasa penasaranku saja "
"Fufu, jadi begitu. Master sedang penasaran. Seharusnya aku paham itu. Maafkan aku, " [Zelioth]
Ia menundukan kepalanya. Sungguh hal kecil begitu tidak perlu untuk meminta maaf. Dan kali ini aku jadi semakin bersemanga, telah berapa jauh dunia ini berubah sejak kutinggalkan.
"Hei, sudah tidak perlu, lebih baik kau antarkan aku ke gerbang. Aku akan pergi sekarang" [Armil]
"Baiklah... " [Zelioth]
Setelah itu aku turun dari kastil pohon raksasa. Oh aku tidak tau namanya, baiklah aku akan bertanya...
"Oi, apa nama dari pohon raksasa aneh ini" [Armil]
"Pohon? Oh pohon ini. Namanya pohon istana" [Zelioth]
"Fhufu... Seperti yang kupikir kan" [Armil]
Jadi namanya pohon istana. Aku tak mengira namanya akan mirip dengan apa yang ada di pikiranku.
Selagi berjalan aku melihat ekspresi semua penghuni pohon istana, para pengawal dan ksatria desa sepertinya. Ekspresi mereka masih seakan mencurigaiku. Biarlah, harusnya aku tidak peduli dengan itu.
"Apa master berniat untuk terbang setelah melewati gerbang? " [Zelioth]
Oh, Zelioth bertanya, aku tidak melihat wajah bingungnya beberapa saat lalu.
"Tidak, aku masih belum dapat terbang, kekuatanku masih disegel. Jadi aku hanya akan berjalan saja.." [Armil]
"Oh, maafkan aku karena tidak mengetahuinya " [ Zelioth]
Ia minta maaf lagi, harusnya tidak perlu.
"Hentikan itu, tidak perlu minta maaf! " [Armil]
"Baiklah... "[Zelioth]
Kami pun sampai di gerbang desa, diikuti oleh Gora dan pasukannya juga beberapa warga yang ingin melihatku. Seperti dugaanku, mereka masih curiga.
"Tetua! Apa memang benar ia adalah mastermu Armil-sama? " [Gora]
"Kau masih meragukan itu Gora?! Aku kenal bagaimana sifat master dan kekuatan nya, tidak ada kesalahan saat aku berbincang dengannya, ia memang masterku! " [Zelioth]
Aku lupa. Aku belum bertanya bagaimana namaku bisa dihormati sebegitunya di desa ini. Tapi baiklah aku akan mencari tau nya sendiri.
"Armil-sama mohon maaf atas perlakuan burukku, dan pasukanku tadi. Saya benar-benar minta maaf" [Gora]
Ha? Permintaan maaf lagi, dan apaan dengan perubahan tanggapan secepat ini. Lalu si ksatria tombak werewolf.
"Mohon maafkan saya yang telah menyerang anda Armil-sama, saya bersedia untuk menerima hukuman " [Rig]
Oi, oi... Aku sama sekali tidak punya niat untuk memberikan hukuman. Lalu, apa yang harus kukatakan. Pada dua orang yang menunduk ini.
"Sudah! Angkat kepala kalian, kalian ingin hukuman? Baiklah, berlatihlah dan perketat pertahanan desa kalian. Sergapan sebelumnya sudah baik, tapi ditingkatkan lagi! Itu saja! " [Armil]
"Hn, terimakasih Armil-sama, akan saya jalankan" [Gora]
"Terimakasih Armil-sama" [Rig]
Sekarang mereka tersenyum penuh semangat. Tidak ada lagi kecurigaan. Aku juga puas. Sepertinya tidak ada lagi yang aku perlukan jadi aku akan berangkat sekarang.
"Zelioth! Sepertinya tidak ada lagi yang kuperlukan bukan? " [Armil]
"Tidak! Masih ada! " [Zelioth]
Jawaban tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Aku pun menoleh padanya. Ditangan terdapat kain seperti jubah yang dilipat.
"Apa? "[Armil]
"Ini! Tidak mungkin master akan berjalan dengan pakaian itu. Master akan di curigai." [Zelioth]
Ia memberikan jubah itu padaku. Jubah hitam dengan hoodi atau penutup kepala dan dua kantong di depannya, benda ini menarik. Sungguh tidak terpikirkan, aku masih memakai seragam sekolahku. Menyadari itu, aku langsung membuat ekspresi payah. Aku bersyukur Zelioth mengingatkanku.
"Terimakasih sudah mengingatkan, dan terimakasih sudah menyiapkan jubah ini.. " [Armil]
"Hu... Tidak masalah, aku juga senang" [Zelioth]
Baiklah, kalau begitu kurasa tidak ada lagi kepentinganku disini. Aku akan pergi dan mengucapkan sampai jumpa. Karena, aku tidak berniat untuk tidak singgah ke sini lagi nanti. Sekarang aku harus menemuinya, lalu kemudian 5 muridku yang lainnya. Salah satunya manusia dan salah satunya adalah demon. Jadi tidak menutup kepastian aku akan ke wilayah mereka.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi.."
"Ya... Nikmati perjalananmu master... "
"Sampai jumpa! Aku akan singgah kemari suatu hari nanti. "
"Ya.. Kami akan menantikan master pada saat itu.. Sampai jumpa"
Dengan begitu, aku melesat ke dalam hutan, semakin jauh dan semakin jauh dari desa sang murid, yakni Zelioth.
Sangat cepat aku berjalan. Dan sambil berjalan aku mencoba untuk mengkonsentrasikan kekuatanku agar dapat mengontrol nya dengan baik saat di kota manusia.
.
~~~
.
Tap tap tap
Hentakan kuat langkahan kaki terdengar di sepanjang koridor mewah itu. Rambut pirang panjangnya bergoyang kesana kemari, karena jalannya yang terlalu cepat. Pakaian mewah dengan lambang kerajaan jelas terlihat di punggung nya. Namun moodnya tampak sangat buruk, dilihat dari ekspresi wajah cantiknya yang masam.
Baam
Ia membanting pintu sekuat mungkin, dan memaksa masuk. Orang di dalam ruangan itu sama sekali tak bergeming dengan bantingan pintu tersebut. Ia masih tenang menatap keluar jendela. Orang itu tak lain adalah Raja.
"Ayah! Bukankah Sudah kukatakan padamu tidak perlu melakukan pemanggilan pahlawan. Lihat bagaimana reaksi mereka, hasilnya seperti ini!!. " [Gadis pirang]
"Berapa kali sudah kukatakan padamu! Hah!? " [Gadis pirang]
"Tenanglah Himria, tidak ada cara lain. Sudah puluhan tahun lebih kita berperang dengan ras Demon, kau tau kita selalu kalah. Beruntung kita masih dapat mempertahankan kerajaan. Pemanggilan pahlawan adalah jalan terakhir kita untuk menang" [Raja]
"...., tch kau selalu mengatakan hal yang sama, dunia ini adalah milik kita bukan milik mereka, ini tanggung jawab kita.... argh,... terserah ayah... Silahkan urus sendiri para pahlawan itu. Aku tidak perduli, mereka hanya sekumpulan bocah lemah yang sama sekali tidak paham apa itu pertempuran!! " [Himria]
"Apa kau akan kembali kesana Himria? Aku sebenarnya ingin kau membantu para pahlawan untuk dapat semakin kuat. Mereka adalah senjata kerajaan yang terbaik, aku ingin kau mengasahnya" [Raja]
Raja berbalik dari depan jendela. Menatap intens kedalam mata putrinya, sang Putri kerajaan Hyugland. Berusaha meyakinkan putrinya untuk percaya dengan tindakannya, menggunakan pahlawan sebagai senjata, sebagai alat.
"Ha? Senjata?... Aku tidak akan jatuh sepertimu, ayah.... Aku tidak akan pernah menggunakan manusia sebagai alat! " [Himria]
Putri itu pun membalik badannya bersiap meninggalkan ruangan tersebut. Ekspresi di wajahnya terlihat lebih kesal dari sebelumnya....
"Himria! Tunggu!. Apa yang telah kau pelajari dari elf sesat sialan itu!! " [Raja]
Mendengar itu Himria berhenti.
"Suatu ideologi yang berbeda dengan dunia ini. Dan jangan sekali-kali kau mengatai hal buruk tentang guruku!!! Sekalipun kau adalah ayahku. " [Himria]
Setelah mengatakan itu Himria pergi meninggalkan raja sendirian di ruangannya. Putri Himria sangat menghormati
Terlihat bahwa ia begitu sangat menghormati gurunya, seorang elf.
"Dasar elf sialan! Berapa lama lagi kau akan tetap diam tentang perang ini... Kekuatan yang bahkan dapat melenyapkan Negara. Berapa lama lagi kau akan tetap diam elf brengsek! "
Brak
Ia sangat kesal sampai memukul dinding. Begitu kesal hanya terhadap seorang elf.
Sementara itu di suatu tempat yang jauh. Elf berambut Pirang gelap terbatuk tanpa sebab.
Ukhuk
"Sepertinya ada yang mengataiku hari ini... cepatlah, aku menunggumu... "
~~~~~
Tbc