Darkon pov
Saat itu aku dalam perjalanan menuju pertempuran. Baru saja bawahanku melapor bahwa Wofleo barat telah dihancurkan, dan itu mengejutkanku.
Sejatinya, monster serigala batu itu, bukanlah lawan yang mudah untuk dihancurkan. Juga dengan ratusan Magical Beast disana akan semakin mempersulit untuk menangani semuanya. Setidaknya untuk menangani itu semua, musuh tidak sendiri atau berkelompok dalam penyerangan ini.
Lagi pula, dengan musuh yang tidak melewati jalur aman dan berhadapan dengan Wofleo, menandakan bahwa musuh hendak menyusupi Academy Town tanpa melewati pintu gerbang. Tapi bukankah ini malah hanya menjadi sebuah keributan, lalu apa maksud musuh yang sebenarnya?
Para penantang Felis sebelumnya, bahkan sama sekali tidak ada yang menghabiskan waktu mereka untuk berhadapan dengan Wofleo. Mereka juga memasuki Academy Town dengan sopan, meski dengan niat yang buruk. Namun untuk kali ini, aku tidak dapat memahami apa motif musuh. Hanya satu kesimpulan yang ingin kupetik, 'musuh kali ini adalah yang terbodoh tanpa maksud yang jelas dan mengamuk seenaknya di wilayah kami'.
Tapi sebenarnya musuh seperti itu lebih menyenangkan diajak bertarung. Aku menantikannya.
"Lapor! Musuh dikonfirmasi hanya sendiri, tanpa rekan bahkan senjata. "
Suara telepati memasuki pikiranku. Ini adalah laporan dari pasukan divisi 1 yang sudah lebih dulu dan sekarang mungkin sedang berhadapan dengan musuh. Tapi ini hanya sendiri.
Tidak sesuai dengn perkiraanku, tapi malah membuatku semakin bingung.
(Sendiri, tanpa senjata apalagi rekan? Lalu dengan apa ia menghancurkan Wofleo dan ratusan Magical Beast? Tinjunya? Sihirnya?)
Aku berpikir lebih dalam.
Ia hanya sendiri, dan aku berpikir bahwa ia adalah yang paling gila dari setiap musuh-musuh ku sebelumnya. Paling tidak mereka memiliki senjata sebagai pendukung kekuatan tempur mereka, yang biasanya bisa jadi pedang, panah, tombak ataupun staff sihir.
Meski begitu ia tidak menggunakan senjata, menghabisi ratusan monster magical beast, dan satu raksasa Batu tanpa senjata cukup merupakan hal yang gila untuk dibayangkan. Itu juga menandakan betapa kuatnya dia.
"Hoh... Gairah bertarungku, membuatku tidak sabar, kali ini adalah lawan yang kuat. "
Ya, aku tidak sabar untuk bertukar pukulan dengan lawan gila yang kuat ini. Mungkin bisa kuperkirakan ulang, bahwa ia adalah seorang pecandu tempur.
".... Hm... Tapi, "
(Tunggu, bukankah ini aneh... )
Aku berpikir lagi, sudah lama aku tidak berpikir mendalam seperti ini. Karena keseharianku yang selalu bersenang-senang.
(... Ia mengamuk, dan mengundang banyak perhatian. Ini bisa jadi semacam pengalihan. )
Pengalihan, itu yang terpikirkan olehku. Ada kemungkinan bahwa ini adalah taktik musuh, membuat keributan untuk menarik perhatian pada satu titik. Sementara yang lainnya menyusup tanpa kami sadari.
Baik, aku beruntung menyadarinya sebelum sampai pada tujuan.
"Semuanya!!! Dengar!!! Segera amankan setiap titik perbatasan kota di wilayah barat, kemungkinan ini hanya semacam pengalihan. Jadi pergilah!! Segera!! Untuk yang satu ini biar aku yang urus!! "
"""Yes!!! pak Darkon!!! """
(Haah... kira-kira sejak kapan aku dipanggil pak)
Setelah aku mengumumkan itu, divisi keamanan 2, 3, dan 4 dengan masing-masing kaptennya, segera mengubah jalur ketempat yang berbeda. Sedangkan aku masih lurus dan tujuanku adalah tempat divisi 1 bertempur. Tentu saja, keinginanku adalah bertarung dengan musuh yang kuat ini. Kalau tidak salah kapten divisi satu adalah muridku, aku hanya berharap ia masih baik-baik saja dengan kebodohannya itu.
Namun keinginanku untuk bertarung sirna...
Saat aku semakin dekat aku merasakan tekanan aura yang membuatku menegang.
Sebuah aura yang besar dan begitu familiar. Begitu besar hingga aku tak dapat menyamainya dengan kekuatanku. Sungguh aku tidak akan pernah bisa melupakan aura ini.
Sudah sangat lama aku tidak merasakan aura ini. Hingga membuatku tidak dapat menahan emosiku. Air mataku tak terbendung, sehingga aku menutup wajahku dengan topiku untuk menyembunyikannya. Aku pun berlari semakin kencang, karena rasa ketidaksabaran.
Hal ini sudah sangat lama kunantikan.
"Ti-tidak salah lagi, itu bukan musuh, itu adalah..... "
Aku tidak lagi bisa mengatakan bahwa itu adalah musuh...
" ....Master ."
Pov end
.
~~~
.
Baik, jadi.... Siapa naga ini?
This narrative has been unlawfully taken from Royal Road. If you see it on Amazon, please report it.
Tunggu mereka mengatakan Darkon, apa ia Darkon Silvano si kadal merah bodoh itu? Seingatku dulu ia hanya kadal merah tanpa sayap.
Tidak, sayapnya memang sudah ada hanya saja waktu itu masih, kecil.
Jadi inikah dia sekarang? Tidak jauh beda dengan Zelioth yang sudah terlihat tua, ia juga beruban. Ya, aku melihat rambut putih disana.
Jika seperti ini apa Felis juga terlihat tua?. Tidak, itu tidak mungkin aku tidak akan mau berhubungan intim nenek-nenek. Tapi kalau memang itu yang terjadi, aku terpaksa mentransformasi tubuhnya. Aku yakin ia masih bertubuh muda, harus.
Hal yang membuatku bingung adalah, kenapa ia menutup wajahnya dengan topi sementara berlutut padaku?. Aku jadi tidak bisa melihat wajahnya, dan mengkonfirmasi dengan 'Darkon' diingatanku.
"Um... Ya, jadi... Apa kau Darkon Silvano? "
Sambil menggaruk kepala belakangku. Aku mencoba bertanya, karena kurasakan tekanan udara yang semakin menegang, apalagi keributan dari orang-orang yang kurasa bawahannya Darkon ini.
"Y-ya... Ma-master Armil, s-saya Darkon Silvano, muridmu. "
Ada apa dengan suaranya? Semakin bergetar. Seakan ia berat untuk mengatakan itu. Dan aku yang mendengar menjadi tidak nyaman.
"... Kalau boleh, bisa kau tunjukan wajahmu! Aku jadi tidak bisa mengkonfirmasi apa kau memang Darkon, si kadal merah bodoh dan ceroboh itu? "
Ia menegang mendengar permintaanku, tapi segera ia hilangkan dan meletakan tangannya di topinya.
"B-baik, maafkan aku master. "
...
Melihat itu, aku cukup terkejut.
Tubuh kekar dan besar, jika menangis ternyata tampak sangat... Lucu.
Dibalik topinya adalah wajah naga, aku tidak lagi bisa mengatakan kadal dengan wajah intimidasi seperti itu. Tapi menangis? Wajah seram seorang naga, tak pernah kusangka akan terlihat lucu saat menangis.
Ini seperti wajah boneka naga.
"Pffft... Ternyata kau memang Darkon, lama tak jumpa ya... "
"Iya, master... "
Tidak lagi ada keraguan dihatiku, ini memang wajah yang familiar. Darkon Silvano salah satu muridku yang paling semangat dan gila bertarung.
Kalau tidak salah mungkin ada satu lagi yang bersifat sama sepertinya, hanya saja ia seorang perempuan. Aku pasti akan bertemu dengannya juga suatu hari nanti.
"Baik, sekarang apa kau bisa melakukan sesuatu terhadap orang-orang itu? "
Aku menunjuk ke arah sekumpulan demi-human yang menyerangku, yang mengaku bahwa mereka adalah divisi 1 keamanan garis depan. Mungkin Darkon adalah pemimpin tertinggi mereka, tidak... Kurasa memang sudah pasti begitu. Dan tadi sikapten bodoh ini juga memanggilnya 'Sensei'? Apa ia juga guru mereka?.
"Baik master, akan kulakukan. "
Lalu ia berbalik menghadap seluruh anggota divisi 1. Berdiri tegas dan tegap sangat berbeda saat berhadapan denganku yang bertubuh lebih kecil darinya.
"Dengarkan!! Kuperintahkan divisi 1!! kembali ke markas!!"
""Tapi... ""
"Segera laksanakan!!! "
""Ya.. ""
Ternyata masih ada yang bingung dengan apa yang terjadi, ya. Tentu saja, melihat pimpinan mereka yang tiba-tiba saja tunduk pada musuh itu pasti akan mengejutkan akal mereka. Kuharap Darkon menjelaskannya dimasa depan, jika tidak kurasa ia akan kehilangan kepercayaan mereka.
"Len!! Pimpin anggotamu dengan baik!! "
"B-baik pak Darkon. "
Jadi sikapten bodoh itu dipanggil sebagai 'Len', itu seperti kata 'lend' dalam bahasa inggris yang artinya 'pinjamkan'. Yah, sifatnya tidak beda jauh dengan Darkon muda. Kurasa cocok mereka menjadi guru dan murid.
"Ah... Mereka sudah pergi. "
Sekarang sekumpulan itu sudah pergi, hanya ada aku dan Darkon disini.
"Mohon maafkan aku master, karena sudah membiarkan mereka menyerangmu. "
Darkon kembali menundukan kepalanya, ia tampak merasa bersalah karena tak dapat menghindari bawahannya untuk menyerangku.
"Tidak apa, itu Bagus untuk selalu waspada. Lagi pula orangnya Zelioth juga melakukan hal yang sama. "
Aku mengatakan tentang bawahan Zelioth, pasukan yang dipimpin oleh Gora di desa kedalaman hutan kabut barat.
"Zelioth? Master sudah menemuinya? "
"Ya... Ia orang pertama yang kutemui, saat datang dari penghujung benua barat, kira-kira begitu. Nah, mari tidak perlu begitu formal, panggil saja Armil, oke?"
"B-baiklah, m-master. "
"Oke... Sekarang aku ingin kau melakukan sesuatu untukku! "
Sebuah ide yang tiba-tiba saja terlintas dikepalaku. Membuat senyum tipis licik terlukis diwajahku.
Aku beruntung bertemu Darkon.
~~~
Dibalik awan dan kabut Mentari bersembunyi, dan dibawahnya aku...
"Uooh... Kelebatan hutan tampak sangat Indah dari atas sini.!!! Ini... sudah sangat lama aku tak merasakan sensasi ini... "
Saat ini, aku terbang dan angin penerbangan mengahantam kuat wajahku. Rasanya begitu segar dan perasaan nostalgia saat terbang dilangit memenuhi kepalaku.
"Kau tau, Darkon aku beruntung menemuimu, karena aku juga sudah bosan berjalan.... "
Aku tidak terbang dengan kekuatanku sendiri melainkan dengan menunggang naga. Ini benar-benar naga, meski tubuhnya humanoid tapi sayapnya tetap sayap naga. Tubuhnya kekar dan hampir dua kali lipat ukuran tubuhku. Seperti yang diduga, aku menunggangi Darkon.
"Armil, aku tak menduga kau memintaku untuk menjadi tungganganmu!"
Darkon yang berada di bawahku berkata.
Ia tidak benar-benar di bawah. Hanya saja saat ini aku duduk dipundaknya sambil berpegangan didua tanduknya. Ini lebih seperti adegan ayah yang menggendong anak laki-lakinya.
"Ada apa, kau keberatan? "
Tanyaku. Mana tau ia keberatan baik fisik ataupun mental. Jika memang fisik apa mungkin badanku berat? Jika mental aku malas memperkirakannya.
"A.. T-tidak, tidak mungkin aku keberatan. Sebaliknya, ini merupakan suatu kehormatan bagiku. Aku cuma tak mengira bahwa anda tidak dapat terbang."
"Jika aku bisa, aku sudah berada didekat Felis saat ini juga..."
"Aha... Benar juga. "
Tentang kemampuan terbangku masih tersegel disuatu tempat. Dan tempat itulah yang kini jadi tujuanku. Tapi itu bukan alasan nomor satu bagiku. Tentu saja, alasan utama adalah Felis.
"Jadi, Academy town apa masih jauh? "
"Ah... Itu,... "
Kami terbang diatas lautan pohon setelah melewati kawasan Padang rumput. Tanah disini tidak rata, melainkan miring seperti lereng. Menurut apa yang dikatakan Darkon, saat ini kami berada di kawasan perbukitan Benua tengah. Memang benar, aku juga melihat lereng dan tebing disana sini. Sekali lagi aku beruntung mendapat tunggangan terbang, karena melewati bukit-bukit itu adalah merepotkan.
Dan setelah melewati kawasan ini barulah Academy Town.
"Kau terlalu lambat Darkon!! Tambah kecepatanmu!! "
"Okeee... "
Satu hentakan sayap naga itu, menambah kecepatan berkali lipat di udara. Sekalipun terpaan angin itu kuat hingga menimbulkan jejak diudara, itu tak berpengaruh pada kami berdua yang merupakan eksistensi abnormal dunia ini. Apalagi aku yang merupakan master dari ke-6 murid abnormal. Ah, terlalu berlebihan memang.
30 menit kemudian, aku tiba ditempat yang diharapkan. Kota besar Academy Town.
Tidak jauh dibawah sana adalah gerbang logam berpadu kayu, beberapa hiasan kristal yang berpendar dan pohon tinggi dikedua sisi. Sepanjang garis sisi gerbang, dinding kayu berlapis dengan logam sebagai lapis intinya. Berpadu pula dengan itu, tiang-tiang Batu kristal yang berjarak masing-masingnya, memancarkan sihir pelindung atau barier transparan kelangit, membentuk semacam kubah besar yang melindungi satu kota yang bahkan aku tak dapat melihat ujungnya.
Tanpa menurunkan ketinggian Darkon terus melaju terbang, menembus barier dengan mudah, dan masuk kekawasan kota.
Begitu rapi sejuk dan rindang. Aku sangat kagum bahwa Felis memimpin kota seperti ini. Sangat rapi bersih dan teratur, ditambah dengan beberapa pohon yang tumbuh dipersimpangan atau taman kecil yang menambah kenyamanan kota ini.
"Jadi inikah Academy Town? "
Gumamanku lepas saat menikmati keindahan kota dari atas sini. Tapi siapa sangka Darkon akan membalasnya.
"Sayangnya itu kurang tepat master. "
"Eh? "
Wajah polos pun kutunjukan seiring dengan mengeluarkan 'eh'. Lalu ia menjelaskan.
"Apa yang disebut Academy Town adalah pusat kota. Sedangkan kawasan ini adalah West Town, lalu ada juga North Town dan East Town."
"Bagaimana dengan South Town? "
"South adalah kawasan tebing tinggi, sungai dan hutan, dengan kawasan seperti itu tidak memungkinkan untuk membangun pemukiman disana. "
Penjelasan singkat tentang bagian dari Academy Town. Itu keluar dengan lancar dari mulut Darkon, seakan ia sudah paham betul akan tataan kota disini. Dan itu cukup membuatku kagum padanya. Karena jelas ia sudah banyak berubah dari gambaranku tentang Darkon sikadal bodoh.
"Oo... Ternyata kau cukup pintar juga, Darkon. Setauku kau dulu hanya kadal bodoh yang nakal. "
"Hehe... Keadaan dan pangkat yang memaksaku untuk berubah. Dan waktu juga telah sangat lama berlalu, Master. Tidak mungkin aku akan selamanya bodoh seperti dulu."
"Aku senang kau menyadarinya, betapa bodohnya kau dulu yang hanya berpikir dengan otot... Dan bukankah kau kembali memanggilku master. "
"Aku lebih suka memanggilmu begitu. "
"Hn.. Terserah padamu. "
Lagi, tembok besar dari logam baja hitam mengkilat, datang ke penglihatanku. Tembok besar yang tampak seakan tidak bisa berkarat dan rapuh menutupi bangunan Indah dibaliknya.
Gedung-gedung besar berhiaskan dan bergaya eropa kuno yang rapi dan seragam tersusun disana. Lalu orang-orang dan anak-anak yang berseragam sama berlalu lalang di jalanannya. Sebagian ada yang melihat keatas sebagian ada yang tak peduli.
Yang membuatku takjub sekali lagi adalah bangunan besar diujung sana. Berdiri diatas tanah yang lebih tinggi, dibentengi oleh tebing alami, dan tempat yang kami tuju pada saat ini.
Ketakjuban membuat suaraku keluar.
"Itu..."
"Kediaman Felis. "
"Ha? "
Kediaman Felis, Darkon katakan. Yang berarti itu adalah rumah Felis.
"Jadi itu, rumah Felis. "
"Seperti yang kau duga, master. "
Mengetahui itu adalah rumah Felis membuat jantungku berdebar. Yang paling kuinginkan dan menjadi tujuan utamaku adalah menemuinya kembali, setelah 10 tahun berlalu. Meski bagiku 10 tahun tapi baginya adalah 1 setengah abad. Dalam perhitungan umur manusia, harusnya tidak ada yang dapat hidup setelah melewati waktu selama itu. Tapi ia bukan manusia, melainkan elf suatu wujud keindahan dari dunia fantasi. Dan suatu keindahan yang hanya boleh dilihat dan dinikmati olehku sendiri.
Ia adalah kekasihku ia adalah istriku.
"Akhirnya... "
Tiba-tiba sosok yang melaju kencang diudara, hingga melampaui kecepatan suara, datang dan menghantam tubuhku. Mengangkat dan menjauhkanku dari dudukanku dipundak Darkon. Mengangkat tinggi keudara lalu memeluk kencang tubuhku. Pelukan yang begitu hangat.
Terakhir, kecupan hangat dan nikmat tepat dibibir. Kenikmatan yang sudah sangat lama tidak kurasakan. Kehangatan yang melenyapkan kerinduan. Dan air mata yang mengalir kepipiku, sementara bibir kami menyatu.
Lalu terlepas membentuk tali saliva diantara bibir kami. Tak kusadari airmataku pun ikut terjatuh, melihat sosok itu. Wajah menangis Felis Kelina, kekasihku.
"Aku pulang."
"Ya~~ hiks. Selamat datang kembali, Sayang."
~~~---