“Masa depan itu seperti apa? Berapa banyak rute yang bisa aku ambil untuk mendapatkan masa depan yang aku inginkan? Berapa banyak ending yang akan muncul di depan nanti?”
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu berputar di kepala Elara Faelan. Di dunia di mana teknologi dan sihir berjalan beriringan, nasib seseorang bisa berubah dalam sekejap. Elara, seorang siswi di Phaedra Academy, merasa terjebak dalam labirin tak berujung dari kemungkinan dan keputusan. Phaedra Academy, sebuah sekolah prestisius yang berdiri di persimpangan antara kemajuan teknologi dan kekuatan magis kuno, adalah tempat di mana bakat luar biasa diasah dan dirawat.
Elara memiliki kemampuan yang unik dan luar biasa—kemampuan untuk melihat berbagai kemungkinan masa depan. Setiap kali dia membuat keputusan, dia bisa melihat berbagai jalur yang mungkin terbuka, dengan masing-masing jalur mengarah pada akhir yang berbeda. Namun, kemampuan ini tidak datang tanpa harga. Setiap kali dia mencoba melihat ke depan, dia merasakan beban berat yang tidak hanya membebani fisiknya tetapi juga emosinya. Dalam situasi-situasi tertentu, beban ini bisa membuatnya merasa tertekan dan cemas, seolah-olah dia sedang mengarungi laut yang penuh dengan gelombang yang tak pernah surut. Rasa sakit dan ketidakpastian dari kemampuannya sering kali membuatnya merasa terasing dan sulit untuk menghubungkan diri dengan orang lain.
Malam itu, lampu kota berkelip di kejauhan, dan Elara duduk di tepi jendela asramanya, menatap kerlipan yang tampaknya terlalu cerah untuk hatinya yang gelap. Cakrawala yang terang seakan menertawakan ketidakmampuannya untuk menemukan arah yang benar. Rasa gelisahnya semakin dalam saat dia mencoba menghindari pikiran-pikiran yang mengganggu—pikiran yang seolah datang dari tempat yang sangat jauh dan tidak bisa dijangkau.
Sejenak, bayangan masa lalu melintas dalam pikirannya. Suara-suara samar dari kejadian yang telah lama berlalu kembali menghantui—suara teriakan, kekacauan, dan rasa sakit yang tidak bisa dia lupakan. Ketika dia melihat ke masa depan, dia sering kali merasa seperti tidak bisa melindungi orang-orang di sekelilingnya, seperti yang tidak bisa dia lakukan pada saat-saat yang menentukan di masa lalu. Perasaan bersalah yang mendalam membuat setiap keputusan terasa seperti beban yang tidak bisa dia tanggung, mengingatkan dia pada kegagalan yang tidak bisa dia ubah.
Hari ini, ada sesuatu yang terasa berbeda. Sejak pagi, ada perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan—sebuah dorongan yang meresap ke dalam pikirannya, seperti dorongan yang tidak bisa diabaikan. Berita tentang penghilangan anggota Aliança Stellar semakin sering terdengar di seluruh kota. Meskipun mayoritas orang menganggapnya sebagai rumor, Elara merasa bahwa ada sesuatu yang lebih gelap dan lebih berbahaya di balik semua ini. Ketika dia memikirkan tentang ancaman ini, rasa bersalah dan ketidakmampuannya untuk mencegah tragedi di masa lalu membuatnya semakin tertekan.
Tiba-tiba, pintu asramanya terbuka dengan suara gemeretak. Eira Solstice, sahabat lamanya, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi serius dan cemas. Eira selalu menjadi sosok yang ambisius dan penuh perhatian, seseorang yang tidak pernah berhenti mencari cara untuk mengatasi masalah dan mendukung orang-orang di sekelilingnya. “Elara, kita perlu berbicara. Ada sesuatu yang sangat tidak beres,” kata Eira dengan nada mendesak dan sedikit terengah-engah.
The author's content has been appropriated; report any instances of this story on Amazon.
Elara menatap Eira dengan rasa khawatir, merasakan ketegangan yang semakin menumpuk di dadanya. “Apa yang terjadi?”
Eira menarik napas panjang, matanya memancarkan tekad dan kekhawatiran yang mendalam. “Ada ancaman besar terhadap Aliança Stellar. Aku baru saja mendapatkan informasi tentang sebuah organisasi rahasia yang mungkin berada di balik semua penghilangan ini. Mereka sepertinya tahu tentang kemampuan kita, dan mereka tampaknya memiliki agenda yang sangat berbahaya.”
Eira memiliki kemampuan Nanoteknologi, sebuah kekuatan luar biasa yang memungkinkannya untuk mengendalikan dan memanipulasi struktur nanomaterial di sekelilingnya. Dengan kemampuannya ini, Eira bisa menciptakan alat dan perangkat yang sangat canggih, memperbaiki kerusakan dengan cepat, dan bahkan melakukan hal-hal yang hampir terlihat seperti sihir. Nanoteknologi Eira sangat berharga, tetapi juga bisa menjadi senjata yang sangat berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah.
Elara merasa jantungnya berdetak kencang, ketidakpastian dan kecemasan menyelimuti dirinya. Eira, sahabatnya yang juga merupakan salah satu individu dengan kemampuan luar biasa, memiliki kekuatan yang bisa membantu mereka dalam situasi sulit ini. Namun, masalah yang mereka hadapi jauh lebih besar dari apa yang bisa mereka tangani sendiri.
Eira memandang Elara dengan tatapan penuh harap dan kekuatan. “Kita harus bergerak cepat. Aku sudah mempersiapkan beberapa langkah yang mungkin bisa kita ambil untuk mengungkap kebenaran.”
Elara merasakan ketidakpastian yang mendalam dan keraguan. Suara-suara dari masa lalu kembali menghantui pikirannya—suara ketidakmampuan dan kegagalan yang membuatnya merasa tidak layak untuk mengambil tindakan. “Tapi, kita masih di sekolah. Bukankah ini terlalu besar untuk kita tangani? Apa yang bisa kita lakukan?”
Elara berhenti sejenak, menatap Eira dengan keseriusan. “Ada seseorang yang bisa kita temui. Seorang guru di akademi ini yang sangat memahami masalah seperti ini dan bisa menjaga rahasia kita. Dia mungkin bisa memberi kita petunjuk atau bantuan yang kita butuhkan.”
Eira terlihat terkejut namun penasaran. “Siapa dia?”
“Profesor Arion,” jawab Elara dengan hati-hati. “Dia adalah seorang ahli dalam bidang magis dan teknologi, dan dia memiliki reputasi sebagai orang yang bijaksana dan tepercaya. Aku yakin dia bisa membantu kita, tapi kita harus sangat berhati-hati. Tidak banyak orang yang tahu tentang masalah ini, dan kita tidak bisa mengambil risiko.”
“Bagaimana kamu tahu kalau beliau bisa membantu kita?” tanya Eira dengan sedikit ragu.
Haruskah aku beri tahu kejadian itu? “Karena beliau—Arion Faelan adalah—,” jawab Elara dengan nada bergetar.
Eira melihatnya dengan penuh perhatian. “Tak apa, kamu tidak perlu memberi tahu semuanya, nanti akan ada waktunya untuk tahu,” kata Eira dengan senyum tipisnya.
Eira menggenggam tangan Elara dengan tekad yang kuat. “Jika itu yang perlu kita lakukan, maka mari kita temui Profesor Arion. Aku yakin dia bisa memberikan panduan yang kita butuhkan.”
Dengan Eira di sisinya dan kemampuannya yang penuh beban, Elara merasa sedikit lebih tenang. Mereka berjalan dengan cepat menuju kantor Profesor Arion, merasa bahwa setiap langkah membawa mereka lebih dekat untuk mengungkap misteri yang mengancam dunia mereka. Dalam hati Elara, rasa takut dan kecemasan selalu mengintai, bersama dengan rasa bersalah yang tidak pernah surut.