Novels2Search
Numbers
1. Permulaan

1. Permulaan

Apa itu kehidupan? Bagiku kehidupan adalah sebuah panggung keironisan dimana kita melihat diri kita sendiri berubah menjadi apa yang kita benci.

Aku mengingat ketika dulu betapa bencinya diriku pada para parasit yang hidup karena mereka hidup, tidak memiliki pekerjaan dan bersantai di dalam gelembung rapuh mereka setiap hari, memakan energi orang orang yang ada di sekitar mereka layaknya hama yang menjijikan. Sekarang, aku tidak jauh lebih buruk dari mereka.

Aku meningat betapa menjijikannya orang yang tidak memiliki mimpi, aku menganggap mereka sebagai mayat hidup yang tidak memiliki tujuan dan beban bagi masyrakat, namun betapa ironisnya ketika aku melihat diriku sekarang.

Pada akhirnya, aku pun teringat pada para orang yang mengakhiri hidup mereka sendiri. Aku mengingat ketika aku mencaci mereka karena mereka egois dan tidak memikirkan perasaan para orang yang ada disekitarnya, namun sekarang, aku berdiri di tepian gedung yang tinggi dan bersiap untuk melompat.

Di atas gedung ini aku bisa melihat pemandangan kota jakarta pada malam ini, penuh dengan kemerlap lampu jalanan dan kendaraan yang berlalu lalang dengan cepat. Kota yang tidak pernah mati, kota yang terus berputar dan berjalan dengan sangat cepat meninggalkan mereka yang tidak siap.

Bagi kebanyakan orang, kota ini adalah kota sejuta mimpi. Di jakarta jika kau miskin maka kau bisa menjadi kaya, dan jika kau kaya maka kau akan jauh lebih kaya dari sebelumnya, namun aku tahu itu semua hanya omong kosong.

Jakarta adalah kota dimana mimpi berakhir, dimana yang kaya akan menjadi jauh lebih kaya dan yang miskin? Kalian lebih baik pulang dan tinggal di kota kalian ketimbang harus tersiksa disini.

Keadaan kota jakarta atau lebih tepatnya sektor ID-001 sangat jauh berbeda sekarang, semenjak Negara United States of Earth menguasai asia tenggara ada tahun 1989, kota ini berkembang jauh lebih pesat dari sebelumnya, namun tidak semua perkembangan ini menguntungkan. Kesenjangan sosial semakin terlihat dengan jelas, ketika jakarta pusat di penuhi oleh gedung gedung bertingkat dan apartemen apartemen mewah, jakarta selatan di penuhi oleh para "Dreamers" yang menyedihkan di dalam gubuk mereka yang rapuh.

Betapa ironisnya kata itu, "Dreamers", pemimpi, namun Dreamers disi bukanlah para pemimpi, namun para pendatang baru yang mimpinya telah dihancurkan semenjak mereka datang ke kora terkutuk ini. Ya, jakarta selatan dipenuhi oleh orang orang miskin yang telah terlanjur datang ke kota ini, sebuah tempat pengingat bahwa mimpi terkadang hanya sebatas mimpi.

Aku pun mengambil rokok dan pemantik dari saku kemeja kerjaku, kemudian aku menyalakan sebatang rokok dan menghirupnya dengan dalam. Ku hembuskan asap rokok itu ke langit dengan perlahan, kulihat asap rokokku itu menyatu dengan asap kendaraan yang berlalu lalang di jalanan yang padat.

Pada malam ini langit terasa cerah, aku bisa melihat bulan bersinar dengan terang di angkasa yang jauh. Udara terasa bertiup pelan dan dingin, menyapu kulitku sehingga membuat bulu kudukku berdiri. Betapa ironisnya diriku yang hendak mengakhiri hidupku ini dalam cuaca yang indah seperti ini, namun meskipun langit dunia ini sangatlah cerah dan indah, hatiku si guyur hujan yang sangat lebat dan juga menyakitkan.

Ku hisap kembali rokok itu dengan dalam, kemudian pikiranku pun melayang jauh menuju angkasa. Aku mulai membayangkan pekerjaanku yang menyebalkan, bagaimana aku dibayar jauh dari upah minimum, namun aku tidak berbuat apa apa karena aku membutuhkan pekerjaan itu dan terlebih lagi uang.

Ketika aku kembali menghisap rokok yang penuh dengan racun itu, aku kembali terbayang oleh mimpiku yang dulu pernah aku punya. Betapa rindunya aku dengan dunia sastra, pernah diriku bermimpi untuk menjadi seorang penulis terkenal dan menghasilkan karya yang banyak, namun betapa lugunya aku pada saat itu tentang sampai mana batas kemampuanku. Sekarang mimpiku itu hanyalah sebatas mimpi, sebuah mimpi yang jauh berada di samping bintang yang tidak akan pernah bisa aku raih.

Secara perlahan bara rokokku pun berjalan semakin dekat dengan jemariku, ku lempar rokok itu ke tanah dan ku injak sampai padam. Setidaknya pada malam ini aku akan mati seorang diri, tidak perlu membahayakan orang lain hanya karena bara rokokku itu hinggap pada sehelai kertas dan membakar seisi gedung.

Secara tiba tiba aku bisa mendengar pintu terbuka, kemudian datanglah sosok yang tidak asing lagi bagiku. Disana terlihat Andi, seorang gelandangan berkulit hitam yang biasa menyelinap masuk ke atap gedung ini. Andi memiliki sebuah tempat tinggal rahasia di atap gedung, ia berani melakukan hal ini karena jarang sekali ada orang yang datang ke tempat ini.

"Kau hendak melakukannya lagi boss?" ucapnya dengan wajah tersenyum.

Ya, ini bukan terakhir kalinya aku hendak mengakhiri hidupku, beberapa kali aku hendak melompat namun kakiku terasa berubah menjadi batu dan tidak ingin melangkah. Hidup segan, mati tak mau, betapa lucunya kalimat itu jika aku mengingatnya.

"Ya, sepertinya, namun aku akan benar benar melompat sekarang," ucapku dengan tersenyum.

"Sudah berapa kali kau ingin melompat dari sini? Apakah kau ingat?"

"Uhhhh, 5 kali? Aku sudah tidak tahu lagi," jawabku dengan tersenyum.

"11 kali dan ini yang ke 12, sebanyak 11 kali itu kau hanya menatap tanah beton yang keras itu kemudian pergi tanpa melakukan apapun."

This tale has been pilfered from Royal Road. If found on Amazon, kindly file a report.

Aku pun tertawa ketika mendengar perkataan Andi, 11 kali aku mencoba mengakhiri hidupku dan demua itu berakhir dengan kegagalan karena aku memanglah seorang pengecut. Ku hentikan tawaku, kemudian ia berkata ,"Sepertinya aku akan benar benar melompat sekarang."

"Bagimana dengan orang tuamu di rumah?"

"Aku membenci mereka," jawabku dengan perlahan.

"Adik atau kakakmu?"

"Mereka hanya melihatku sebagai sebuah kegagalan, sebuah contoh sempurna bagaimana seseorang bisa sepayah ini dalam kehidupan," ucapku dengan tersenyum.

Andi pun menghembuskan nafas panjang, kemudian ia berkata, "Aku tidak memiliki alasan untuk menghentikan apa yang akan kau lakukan, namun apakah alasan bunuh dirimu masih sama?"

Aku pun kembali menatap kota jakarta yang bersinar, kemudian aku pun tersenyum dan berkata, "Ya, masih sama. Hidupku tidaklah menarik, mimpi ku sudah mati, dan aku kehilangan cahaya kehidupanku sejak lama. Aku tidak lain hanyalah seekor mayat hidup yang berjalan mengikuti alur waktu membawaku, tak lain dari parasit masyarakat, seekor binatang yang menjijikan ."

"Kau dan perumpamaan kata katamu yang tinggi, kau bisa menjadi seorang sastrawan yang terkenal jika kau mau."

Aku pun tersenyum lirih, kemudian aku berkata, "Ya, seandainya aku bisa."

Andi pun menatapku, kemudian ia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Baiklah, lakukan apa yang harus kau lakukan. Besok pagi sepertinya akan banyak polisi yang hadir di atao gedung ini, jadi aku harus bergegas pindah subuh nanti."

Aku pun kembalu tertawa mendengar perkataan Andi, kemudian aku pun menjawab, "Maaf telah merepotkanmu."

Ku tatap tanah yang berada sangat jauh di bawah, sempat aku bertanya mengapa aku memilih metode bunuh diri ini sedangkan aku sangat takut dengan ketinggian, namun sepertinnya aku telah benar benar putus asa hingga memilih segala cara agar aku dapat mati dengan cepat.

"Apakah kau benar akan melakukannya?" tanya Andi dengan perlahan.

Aku pun menghirup nafas panjang, kemudian aku menghembuskannya dengan perlahan. Ini lah saatnya, aku harus melakukannya. Ini lah saatnya, aku harus melakukannya, ini lah saatnya, aku harus melakukannya.

Sebelum aku melompat, kudengar Andi kembali berkata, "Sebegitu tidak menariknya kah hidupmu? Sayang sekali."

Dengan perlahan aku melangkah maju, kakiku terasa begitu berat layaknya terbuat dari besi baja, namun aku memaksakan kakiku yang berat itu untuk melangkah. Otakku berteriak dan mencoba untuk berunding denganku tentang apa yang akan aku lakukan, namun hatiku terus berkata untuk segera maju dan mengakhiri semua ini.

Selamat tinggal dunia, akhirnya kalian kehilangan seorang parasit yang menjijikan. Aku tahu aku bukanlah seseorang yang berguna bagi dunia ini, aku William Philip, yang tidak lain hanya seekor parasit yang tidak berguna dan pantas untuk musnah.

"Selamat tinggal," ucapku dengan perlahan.

Aku pun bisa merasakan diriku yang melayang turun dengan cepat karena angin yang menerpa wajahku, aku tidak ingin melihat seberapa jauh lagi diriku akan menghantam beton yang keras dan dingin itu.

Ingatanku masa laluku seakan membanjiri tubuhku, jutaan kenangan kenangan indah mulai membanjiri kepala dan hatiku yang sedih. Aku pun mulai menyesali keputusanku pada saat ini, namun perasaan menyesal itu sudah tidak ada gunanya, seberapa besar pun perasaan menyesalku, perasaan itu tidak akan bisa menghentikan kematianku sekarang.

Secara tiba tiba semua terasa terhenti, aku masih menutup mataku sambil merasakan jantungku yang berdebar dengan sangat cepat. Apakah aku sudah mati? Apakah ini rasa kematian?, jutaan pertanyaan muncul dalam kepalaku namun aku tidak bisa menjawab satu pun.

Ku buka mataku dengan perlahan dan kulihat tanah beton yang berada tepat di hadapan wajahku, aku berteriak dengan sangat kencang dengan seluruh nafas yang ada pada dadaku, namun tanah beton tersebut tidak kunjung mendekat, dan pada saat itu aku teradar, tidak ada angin lagi yang menerpa wajahku.

Kulihat ke kanan dan ke kiri, aku merasa sangat kebingungan dengan apa yang terjadi sekarang. Apakah ini alam lain? Apakah aku sudah berubah menjadi hantu? Aku dengar orang yang bunuh diri akan terkutuk mengulang apa yang ia lakukan sampai hari akhir datang, namun apakah ini yang aku alami sekarang?

Aku mendapati diriku melayang tepat di atas tanah beton, namun bukan kata melayang yang bisa mewakili siatuasiku pada saat ini, namun tertahan. Tertahan oleh sesuatu atau dinding yang kasat mata, dinding yang menghalangi lajur kematianku pada saat ini.

Secara tiba tiba aku bisa merasakan diriku tertarik ke atas, aku bisa melihat diriku menjauhi tanah beton yang keras dan melayang dengan sangat cepat ke angkasa, kemudian aku bisa melihat Andi yang berada di atas tersenyum keadaku.

Andi berada tepat di pinggiran gedung, ia tersenyum sambil memamerkan gigi giginya yang kuning dan menjijikan, kemudian ia pun mengangkat tangan kanannya dan tubuhku seakan tertarik menuju lengannya itu.

Kudapati leherku berada tepat pada genggaman Andi, aku berusaha meronta dan menendang, namun ia terus menekan leherku dengan sangat kuat sampai aku kesulitan untuk bernafas.

"Aku tidak percaya kau benar benar melakukannya, sebegitu rindunya kah kau kepada kematian, William Philip?"

Aku berusaha berbicara namun lengannya yang kekar itu semakin mencekik leherku jauh lebih kuat, aku menendang dan menghajar tubuh dan kepala Andi dengan kuat, namun ia tetap tidak bergeming, ia terus tersenyum sambil menatapku dengan matanya yang lebar.

Siapa dia, apa mau dia. Apakah dia seorang dukun sakti? Namun itu mustahil, dukun hanya karangan orang tua yang masih percaya bahwa batu memiliki kekuatan mistis. Lalu siapa Andi? Kekuatan apa yang ia punya, aku hanya mengenalnya sebagai seorang gelandangan kumuh yang tidak memiliki tempat tinggal.

"S-s-sapha k-ka-u," ucapku dengan seluruh kekuatan yang aku punya.

"Aku orang yang akan mengabulkan satu permintaanmu! Yaitu, membuat hidupmu jauh lebih menarik dari sebelumnya! Namun sepertinya aku sedang berbaik hati pada saat ini, jadi aku akan mengabulkan permintaan keduamu. Permintaanmu untuk mati!" ucap Andi dengan senyumannya yang seakan aneh dan menjijikan.

Jantungku berdegup dengan kecang, di hadapanku terlihat andi yang menatapku dengan senyuman gilanya itu. Aku berusaha melepaskan tangannya dari leherku dengan seluruh kekuatan yang aku punya, namun usahaku hanya sia sia dan secara perlahan aku bisa merasakan kesadaranku pun menghilang.

"S-i-a-p-a ka-u, seb-enar-nya?!" ucapku dengan perlahan.

Andi pun menarik diriku dengan cepat dan menempatkan mulutnya pada telingaku, kemudian ia berkata, "Aku,……..adalah tuhan."

Dengan cepat aku bisa merasakan andi melepaskan leherku dan melemparku jauh ke belakang, lalu aku bisa merasakan tubuhku yang lemas itu jatuh dengan sangat cepat ke tanah. Aku bisa melihat sosok Andi yang tersenyum kepadaku dari pinggiran gedung, ia tampak mengucapkan sesuatu, namun aku tidak tahu apa yang ia katakan. Aku pun bisa merasakan diriku menghantam tanah dengan sangat kuat, sakit, sakit yang teramat sangat membanjiri tubuhku. Aku bisa merasakan tulang tulangku remuk dan hancur, lalu segala sesuatu berubah menjadi gelap dan aku pun kehilangan kesadaranku

Previous Chapter
Next Chapter