Novels2Search

Bab 21

BAB 21

Bab 21 Kau Hadiah dari Perusahaan Majalah

Vivin memaksakan diri untuk tetap tenang, dia bertanya, “Anda akan ke kamar mandli, Pak Hendra?”

“Tentu saja tidak…” matanya membelalak lebar dan berlari ke arahnya. Vivin tersentak oleh bau alkohol pada tubuhnya. “Aku di sini untukmu…”

Vivin hampir muntah mendengarnya.

Kau di sini untukku?Seusiamu pantas jadi ayahku!

“Lucu sekali, Pak,” kata Vivin sambil tersenyum kaku. Dengan tangan berpegangan ke dinding. Vivin mencoba berjalan menuju kamar mandi wanita, namun seketika pria itu meraih lengannya.

“Hei, Nona… Apa kau tidak menyukaiku?” Pak Hendra cemberut.

Tentu saja tidak!

Vivin seketika ingin membentak, namun demi pekerjaan, dia menahannya. “Pak Hendra, Anda mabuk.”

“Haha! Tidak masalah! Aku bisa berjalan denganmu!” Cibirnya, Dia tiba tiba mendekat dan menjepit Vivin ke dinding dengan perutnya yang besar. “Akan kutunjukkan betapa lihainya aku di ranjang!”

Vivin memelototinya dan mulai melawan. “Hei! Jaga ucapan Anda, Pak Hendra!”

Berontakannya membuat Pak Hendra kesal, seringainya seketika berubah menjadi cemberut. “Berhenti melawan, Vivin Willardi! Pemimpin Redaksi sudah memberikanmu padaku!”

Seolah-olah kepalanya meledak, Vivin hanya bisa menatap kaget Pak Hendra dan seakan tidak percaya. “Apa maksudmu?”

“Berhenti pura-pura tidak tahu!” Pak Hendra menggeram, menempelkan wajahnya ke wajah wanita di hadapannya. “Pemimpin Redaksi setuju kalau kau adalah hadiah untukku. Jadi, sekarang kau milikku!”

Pikiran Vivin kosong, lengannya lemah terkulai ke samping karena sedih,

Dia mungkin membenciku atas apa yang terjadi dua tahun lalu, tapi kenapa dia melakukan hal hina seperti ini?Apa baginya aku hanya seorang pelacur?

Tiba-tiba, Vivin mendongak melihat sosok yang dikenalnya di ujung koridor.

Itu Fabian!

Fabian mengejarnya karena khawatir akan keselamatannya.

Dia curiga padanya sejak memergoki Pak Hendra memperhatikan Vivin sepanjang makan, dan kecemasannya meningkat ketika Pak Hendra keluar mengikuti Vivin tak lama setelah dia pergi ke kamar mandi.

Adegan di depannya membuatnya tak berdaya.

Pak Hendra dengan mudahnya menikam pahatan tubuh kecil Vivin ke dinding, namun Vivin tetap diam, seolah-olah dia mengizinkan Pak Hendra berlaku seperti itu.

Fabian merasa darahnya mendidih.

Kenapa kau tidak melawan, Vivin Willardi?Apa kau benar benar pelacur seperti yang kupikir? Apa kau suka pada pria tua menjijikan semacam Pak Hendra?

Fabian berpikir untuk menarik Pak Hendra menjauh darinya, tapi tiadanya perlawanan dari Vivin mengecewakannya.

Apa gunanya membantunya?Bagaimana jika memang dia menyukai pria tua itu? Bukankah aku akan merusak kebahagiannya jika ikut campur?

Dengan itu, Fabian berbalik dan meninggalkan tempat itu tanpa ragu sedetik pun.

Adapun Vivin, secercah harapan muncul ketika dia melihat Fabian.

Tidak mungkin dia memberikan staff wanitanya sebagai hadiah, bahkan jika dia membenciku sekalipun!

Namun, sebelum dia bisa membuka mulutnya untuk berteriak minta tolong, Fabian sudah berbalik dan pergi.

Wusssh!

Secercah harapan terakhir Vivin sirna dan hancur berkeping-keping ketika melihat Fabian meninggalkannya.

Kanapa kau lakukan itu, Fabian?Bukankah kau melihatku? Kenapa kau pergi begitu saja?

Vivin bergidik. Mungkin Pak Hendra benar… Fabian memang melakukannya…

Dia mulai gemetar tak terkendali.

Kenapa Fabian? Kenapa kau melakukannya?

Tiba-tiba, bau busuk memenuhi lubang hidungnya, mengangkat kepalanya melihat Pak Hendra. telah menempelkan bibirnya ke wajahnya.

“Eh! Menjauhlah dariku!” teriaknya, memukul wajahnya dengan tangannya dan meninggalkan bekas merah di pipinya.

Sayangnya, itu hanya membuatnya semakin marah.

“Vivin Willardi!” teriaknya, menjambak rambutnya dengan kasar. “Apa kau masih ingin kerja?” © 2024.

Vivin mengerutkan wajahnya karena takut dan kesakitan. Ketika dia melihat Pak Hendra mengangkat tangan dan bersiap untuk menamparnya, dia memejamkan mata untuk menahan rasa sakit.

Namun, rasa sakit menyengat itu tidak pernah datang. Bahkan, yang dia dengar, Pak Hendra memekik ketakutan dan menjauh darinya.

“Pak Normando? Sedang apa Anda di sini?”