BAB 3
Vivin mengerjap kaget, saat pemahaman muncul di benaknya tentang betapa Sarah berusaha keras mendandani dirinya. Orang yang akan mereka wawancarai sore ini adalah presiden Grup Finnor. Di Kota Metro, Grup Finnor mirip seperti legenda. Tiga tahun lalu, perusahaan itu tiba-tiba muncul entah dari mana. Dengan cepat, mereka berhasil memajukan diri mereka di industri keuangan, menggunakan metode yang sangat agresif. Dalam kurun waktu tiga tahun berikutnya, mereka berhasil menjadi salah satu pemimpin keuangan Kota Metro, seolah-olah setara dengan tiga keluarga besar di kota itu. Namun, yang lebih menarik perhatian semua orang, adalah presiden perusahaan itu. Bahkan saat ini pun, tak ada yang tahu siapa namanya, atau bagaimana penampilannya. Seluruh identitasnya merupakan sebuah misteri, fakta yang hanya menambah daya tariknya. Tak ada contoh yang lebih baik untuk digunakan, selain Sarah, yang secara khusus meluangkan waktu untuk berdandan, ketika dia tahu mereka akan mewawancarai presiden yang sulit ditemui. Kegembiraan berkilauan di mata Vivin saat dia menggoda, “Sarah, apakah kau yakin ingin meninggalkan kesan yang baik padanya? Apakah kau tidak khawatir, mungkin saja presiden itu orang tua yang botak? “Huft! Aku tak percaya itu!” Sarah menghentakkan kakinya kesal. “Rumor mengatakan bahwa dia seharusnya sangat muda!” Berbanding terbalik dengan ekspresi Sarah yang penuh harapan, Jenny benar-benar serius ketika dia menyatakan, “Wawancara ini adalah kesempatan sekali seumur hidup, jadi kita harus sepenuhnya siap untuk itu. Ini adalah pertama kalinya sang presiden benar-benar menerima wawancara media. Penjualan kita pasti akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa jika kita berhasil mendapatkan fotonya.” Vivin mengangguk setuju. Memang benar bahwa presiden Grup Finnor tak pernah sekalipun menerima wawancara sebelumnya. Ketika Majalah Glamour pertama kali mengirim undangan, dia awalnya menolak, seperti biasa. Entah kenapa, ada telepon masuk kemarin, yang mengatakan bahwa dia telah menyetujuinya. Tak perlu dikatakan, kabar baik yang tiba-tiba itu mengejutkan para pemimpin redaksi. Setelah menelusuri isi wawancara untuk terakhir kalinya, Vivin, Sarah, dan Jenny menuju ke Grup Finnor dengan seorang fotografer. Grup Finnor terletak di distrik keuangan Kota Metro. Mereka menyapa resepsionis di lantai satu, menyebutkan alasan kunjungan mereka. Kemudian, mereka naik lift sampai ke lantai paling atas. “Apakah kalian dari Majalah Glamour?” Seorang sekretaris datang © 2024.
untuk menyambut mereka begitu mereka keluar dari lift. “Tuan Normando sudah menunggu kalian di dalam.” Sambil mengatakan itu, dia membawa mereka ke kantor presiden. Vivin berhenti sejenak ketika dia mendengar kata-kata sekretaris itu. Tuan Normando? Siapa yang menyangka bahwa presiden Grup Finnor akan memiliki nama keluarga yang sama dengan suami baruku? Tepat sebelum mereka masuk, Sarah yang gugup menarik lengan baju Vivin, berbisik, “Apakah rambutku baik-baik saja? Berantakan nggak? Oh, harusnya nggak berantakan dong…” Sambil terkekeh pelan, Vivin bergumam sebagai balasan, “Kau baik-baik saja. Tak ada sehelai rambut pun yang tidak pada tempatnya. Itu-” Pada saat itu, ia kebetulan melirik ke dalam kantor saat ia berbicara. Setelah melihat sosok di dekat jendela, dia tertegun kaget dan terdiam. Segala pikiran berkaitan dengan meyakinkan Sarah seketika lenyap. Saat itu, tatapan Sarah mendarat pada pria itu juga. Tak lama kemudian, dia melupakan segala tentang penampilannya. Keterkejutan terlihat jelas dalam suaranya saat dia bergumam, “Ya Tuhan, presiden Grup Finnor… Dia sebenarnya duduk di kursi roda?” Sebelum Vivin bisa mengatakan apa-apa, kursi roda itu perlahan berputar menghadap mereka. Sarah terkesiap. “Wah! Di-dia sangat tampan! Dia lebih tampan dari seorang selebriti!” Fakta bahwa dia duduk di kursi roda benar-benar tak terpengaruh dibandingkan daya tariknya. Karena itu, Sarah tidak bisa menahan gumam kekagumannya. Vivin tidak mendengar sepatah kata pun yang Sarah ucapkan. Perhatiannya terfokus pada pria itu juga, tetapi untuk alasan yang sepenuhnya berbeda dari rekannya. Pada saat itu, otaknya terasa seperti berhenti berputar, saat dia menatap pria itu, sepenuhnya tercengang. Sinar cahaya yang masuk dari jendela telah membuat sudut tajam wajah pria itu dalam bayang-bayang, sementara bola matanya yang gelap tampak sedingin biasanya. Itu Finno. Presiden Grup Finnor adalah Finno?